Pages

Thursday, May 30, 2013

35 Weeks

Taken on May 11, on exactly 35 weeks. Photographed by the lovely Mr. Husband, Yanuar Ishak.















I looked totally tired, can you tell? Well, blame on the thesis! Momma needs a breaaaak!



*Abis foto, trus sakit flu berat selama seminggu lebih. Was it worth? Oh yeah :)

Ketakutan di H-1

Insya Allah besok saya melahirkan, caesar, tepat 38 minggu. Saya minta doanya ya... dan mudah-mudahan kalian tidak meragukan ke-ibu-an saya hanya karena saya...

Melahirkan via caesar. Perlu alasan kenapa? Minus mata saya yang keduanya di atas 9, silindris di atas 2, dan pada minggu ke 35 ternyata si bocah terlilit tali pusar di lehernya. Jadi, apakah saya tidak menjadi ibu dengan melahirkan secara caesar? Jangan bilang begitu ya.. Kalau kalian pernah hamil, pasti tau rasanya menghabiskan 9 bulan lebih dengan segala perubahan kondisi fisik dan mental yang melelahkan, menyakitkan, sekaligus menyenangkan. Dan jadi ibu itu kan tugas seumur hidup ya, bukan hanya ditentukan oleh bagaimana cara melahirkannya. Meski masih banyak kontroversi di sana sini, bahkan yang melibatkan para obgyn dan ophtalmologis termahsyur sekalipun, bahwa minus mata tinggi maupun retina yang tipis tidak mempengaruhi proses persalinan normal, tetapi saya percaya obgyn saya, dan saya percaya insting saya. Saya tidak ingin gegabah, memilih berjuang untuk persalinan normal tetapi membawa resiko seumur hidup tidak dapat melihat dengan jelas di masa depan. Percaya deh, sebagai orang yang udah pake kacamata sejak kelas 3 SD, saya tidak ingin memperburuk kondisi pengelihatan mata saya. Maka, dengan segala resiko yang melekat pada setiap operasi caesar, dengan saran dari obgyn saya, saya secara sadar, tanpa paksa, memilih jalan operasi caesar untuk melahirkan. Terlebih lagi ternyata pada minggu ke 35 (dan sampai saat tulisan ini diketik), tali pusar masih melilit di leher anak saya, semakin bulatlah tekad saya untuk operasi. Saya yakin, saya tetaplah seorang ibu, dimulai sejak janin ini masih sebesar biji kwaci :)

Memberikan ASI tidak eksklusif, atau harus memberikan susu formula di awal kehidupan si bayi karena, misalnya, ASI saya benar-benar tidak cukup. Jangan pernah mengecap saya tidak peduli kepada bayi saya. Memang, Tuhan memuliakan para ibu yang dapat memberikan ASInya hingga 2 tahun, tetapi ASI itu adalah bagian dari rizki-Nya. Banyak atau sedikit, harus disyukuri kan? Banyak atau sedikit, harus dicukupi juga, kan? Jadi, berhentilah menceramahi saya dengan dalil-dalil ketuhanan. Saya paham kok, paham sekali. Tetapi anak saya butuh makan dan Tuhan menciptakan sapi beserta susunya dan Tuhan menciptakan manusia-manusia brilian yang telah menciptakan susu formula. Jadi, jika saya terpaksa menyerah kepada keajaiban susu formula, anak saya tetaplah anak saya, anak manusia, bukan anak sapi seperti yang sering diucapkan oleh mereka yang tidak bisa membedakan antara manusia dan sapi. Jangan pernah meragukan ketahanan fisik serta kecerdasan anak saya hanya karena keputusan saya untuk memberinya susu formula. Jangan pernah meragukan ikatan batin antara saya dan anak saya hanya karena saya tidak memberikan ASI secara langsung dari payudara saya (karena saya memberinya ASI perah melalui botol susu). Itu adalah tugas saya dalam mendidiknya dan menjaga ikatan batin kami, dengan keputusan serta kuasa Tuhan, bukan keputusan kalian.

Sesekali memberikan makanan instan untuk anak saya. Ketika saatnya dia mulai makan makanan padat, saya akan sangat berusaha memasak sendiri makanannya. Berusaha mencukupi asupan gizinya sesuai petunjuk para ahli, memasaknya dengan higienis dan penuh cinta. Tetapi mungkin di saat-saat tertentu, keadaan tidak mendukung, sehingga saya akan sangat mengandalkan makanan instan, sesekali. Jangan melabelkan saya sebagai ibu yang tidak peduli kesehatan anaknya ya. Bubur instan sesekali tidak akan membunuh siapapun kok, termasuk mereka yang bermulut tajam, yang sangat-sangat anti makanan instan. Jadi, diamlah, dan biarkan anak saya makan.

Suatu saat akan kembali bekerja. Percayalah, dengan bekerja saya bukan sekadar mementingkan karir, mendapatkan pemasukan lebih sehingga bisa menabung lebih banyak pula, tetapi saya juga memikirkan kondisi psikologis saya. Selama hamil, saya sama sekali tidak bekerja dan itu benar-benar membuat saya gila. Kalau saya 'gila', marah-marah melulu, anak saya pasti tidak bahagia. Semoga mereka di luar sana yang kerap meremehkan peran ganda seorang ibu dan wanita karir, lebih baik diamlah. Saya akan tetap bekerja dan tetap mencintai anak dan keluarga saya lebih dari apapun, dan itu sama sekali bukan urusan siapapun. Peduli amat sih?

Semoga saya dijauhkan dari orang-orang judgemental yang bermulut jahat, semoga jikalau saya harus berhadapan dengan mereka, saya bisa sabar sambil tersenyum.

Sungguh deh, ketakutan akan di-judge semacam itu ternyata sama besarnya dengan ketakutan akan menjalankan operasi besok.

Sekali lagi, mohon doanya yaaa :)

Sunday, May 26, 2013

Lama betul rasanya

Meski sudah dijadwal untuk operasi caesar, meski jadwal itu tinggal 5 hari lagi, tapi kenapa rasanya waktu berjalan lammmmmaaaaaa sekali. Dan ga seperti ibu2 lain yang rencana melahirkan normal, saya justru disarankan untuk ga banyak jalan, banyak istirahat, supaya menghindari pembukaan, kontraksi dan segala faktor lainnya yang bisa mengakibatkan diambilnya tindakan caesar darurat di bawah umur bayi 38 minggu. Oh well, udahlah waktu berjalan sangat lambat, saya pun lagi2 jadi tahanan rumah. Padahal mustinya saya menikmati hari2 terakhir hamil dengan tenang, damai, bahagia, tapi kalo jatohnya tetep dikurung mah yaaaa... -_______-

Dilema deh.. di satu sisi saya udah sangat ga sabar ketemu bayi ini, tapi di sisi lain saya musti jaga dia sampe pas umur 38 minggu baru boleh lahir. Padahal beberapa hari yg lalu saat cek dokter, ternyata udah bukaan 1. Sedangkaaan saya sesungguhnya mau jalan2 ke luar rumah banget rasanyaaaaa karena bosaaaannn.

Oh sayaaang, tanggal lahirmu lama sekaliiii datangnyaaaa...


Sidang dan dramanya

Jadi, seminggu yang lalu saya sidang thesis. Gimana rasanya? Ya gitu aja emang ternyata. Padahal stresnya udah kayak apaan tau, apalagi seminggu sebelumnya hingga hari H, saya didera flu berat. Lengkap demam, pilek, sakit tenggorokkan dan batuk. Obat dari dokterpun baru didapet dua hari sebelum sidang setelah sebelumnya cuma ngandelin troches dan air anget+nipis+madu.

Emang kalo sidang tanpa drama itu kurang afdhol ya. Jadi, usut punya usut, penyebab flu datang adalah akibat syok mengetahui kenyataan bahwa ternyata thesis itu minimal jadi 100 halaman, di luar daftar referensi, dan segala halaman printilan lainnya. Saya baru tau cobaaa... itu seminggu sebelum sidang dan dua hari sebelum draft dikumpul. Sedangkan jumlah halaman saya waktu itu cuma 80. Rasanya setelah kabar kacrut yg datang saat bimbingan terakhir itu, saya pengen langsung pulang dan ngetik 20 halaman lagi. Tapi gimana, udah terlanjur booking studio buat maternity shoot. Jadilah saya dan Y meluncur ke studio di bintaro setelah bimbingan di lenteng agung. Pulang2 malem dan akibat telat makan siang, stres, capek dan krupuk siaul, jadilah saya sakit.

Trus gimana dg 20 halaman yg musti ditambah? Ya diketik, sambil ingusan, sambil marah2, sambil nangis. Entah kenapa kok nambahin satu halaman aja susahnyaaaaaa amit2! Belom lagi dengan drama printer yaaaa, yang emang musti kudu wajib rusak di saat2 genting untuk pelengkap penderita. Ya daripada makin sakit jiwa, jadilah ngeprint di warnet kampus. Total kerusakan untuk ngeprint dan fotokopi hampir setara dg harga printer baru. Dengan begitu maka Y berbaik hatiiii beliin istrinya printer baru, yang akan segera dimanfaatkan untuk ngeprint revisian setelah sidang.

Trus gimana sidangnya? Dimulai dg malam sebelum sidang yg sungguh sangat menggelisahkan. Tidur ga tenang, kebangun mulu sampe 3 kali. Trus jam 10 berangkat sama mama dan Y, sempetin nuker sepatu yg kemarin dibeliin mama. Kaki bumil bengkak jadi rempong musti beli sepatu baru yg proper buat sidang. Padahal mustinya saya cuek aja ya sidang pake wakai... *sigh

Saya sidang urutan 2. Padahal udah yakin kalo saya yang bakal pertama maju. Tapi ya ndak papa.. nervousnya ga kurang ga lebih juga. Syukur alhamdulillah sidang saya lancar. Lumayan bisa jawab dg sedikit ngeles pertanyaan2 dari panelis. Lulus alhamdulillah, tapi pr revisiannya ga main2. Keluar ruang sidang yg muncul adalah perasaan antiklimaks, hahahaha. Lega siiih.. legaaa banget. Malemnya saya tidur tenang dan sesaat itu juga, saya berhenti diare! Pdhl selama minggu 28-34 kehamilan, saya diareee... Rupanya stres yg bikin diare panjang itu.

 Langkah selanjutnya apa? Istirahat dulu ah. Saya punya waktu 2bulan untuk merampungkan revisi dan bikin versi jurnal. Sementara di dua minggu terakhir kehamilan saya ini rasanya pengen leyeh2 aja. Kasian si bayi dari kemaren kalah sama thesis. Meskipun resikonya saya ngerjain revisian sambil ngasuh newborn dg segala kehebohannya, tapi gapapalah, yg penting udah ga terlalu berat lagi beban thesisnya. Mudah2an kuat yaaaa...

Nih, ada foto2 dari sidang kemaren yg sempet diabadikan oleh bapak Y.












Friday, April 26, 2013

Cari perhatian


Bisa minta perhatiannya sedikit?

*dadah2 ke penonton yg sibuk sendiri






Sunday, April 21, 2013

Curhatan pasrah

Kemaren kontrol ke dokter, pas udah masuk 32 minggu. Kalau sesuai dengan rencana melahirkan via csect terencana, maka per tanggal 1 Juni, si bayi bisa dilahirkan karena dia udah cukup umur (38 minggu). Kalo mau ngepasin 40 minggu (dengan asumsi ga pake ada mules2, bloody show atau ketuban pecah yaaa), itu jatuhnya tanggal 14 Juni.

Barusan ngecek kalender akademik.. Tanggal terakhir untuk sidang itu adalah tanggal 15 Juni. Rasanya gimana sih?




 Pengen nangis jejeritan sambil banting2 laptop dan ngomong ke bapak pembimbing yg baik hati.. "Pak, saya nggak butuh thesis yg sempurna, saya ga butuh nilai fantastis.. Dikasih ACC untuk sidang aja pak segera di bulan mei.. Supaya semua selesai biar saya bisa ngurus anak saya, biar saya bisa cepet cari kerja karena saya udah frustrasi ga punya gaji sendiri lagi dan cuma bengang bengong di rumah..."



 Tapi kalau rencana bisa sidang di bulan mei sebelum si bocah lahiran ternyata ga terlaksana.. Kalau ternyata si bocah kudu lahir sebelom thesis emaknya rampung, yaah... saya pasrah.

Tinggal gimana doanya dikasih kekuatan fisik dan mental buat ngurus bayi. Begadang buat ganti popok dan nyusuin trus dilanjut ngetik lagi. Belom lagi kalau (amit2!!) ada drama baby blues, asi ga lancar sampe2 bengkak dan demam, anak sakit, ibu sakit, dsb..dsb..

Tinggal gimana ntar bapaknya mau ikut bantu2, mau sabar ngadepin mahasiswa/ibu amatir yg lagi jadi zombi super nyebelin dan galak.. Gimana, Y? Kamu siap?

Tinggal gimana dukungan orang2 sekitar juga sih.. Tapi, hari gini masih mau ngarep orang lain? Tenang, nak.. Kita pasti bisa!


Brb, mau nangis jejeritan gegulingan dulu.







Bosen

Begini nih kerjaan gue setiap hari di rumah

Bangun, solat subuh, tidur lagi, bangun, sarapan sekaligus nyiapin sarapan Y buat dimakan di kantor Y pergi ngantor, cuci baju, mandi (lebih sering cuma gosok gigi cuci muka), nonton Body of Proof, ngetik thesis, nonton, browsing, ngetik thesis, main line pop/line bubble, makan siang, solat dzuhur, ngetik, nonton, ngetik, solat ashar, browsing, ngetik, nonton, mandi, solat maghrib, ngetik, main line pop/bubble, makan malem, ngetik, solat isya, nonton, browsing, nonton, tidur.

Seru kan?

Seru banget sampe MUAK!

Semuanya dikerjan antara di kamar, kamar mandi, ruang makan.

Ga ada tempat lain. Na-da.

Jadi, gue punya hak yg teramat besar dong untuk bilang.."BOSEN" ?

Bahkan gue mulai sangat bosan ngeluh bosen mulu.

Jadi gue normal toh kalo menginginkan weekend yg beda dari weekdays gue? Ga salah kan kalo di hari minggu yg terasa sangat mirip dengan hari senen-jumat, gue jadi manyun?

Ga perlu pergi2 kemana2 koook.. cuma pengen aktivitas yg beda aja. Di rumah bikin apaan keeek.. jangan pd sibuk sendiri masing2 atau malah pada tidur seharian.. mbak masaknya juga yg tempting dikit keeeek..gue kan tiap hari, 3x sehari makan di rumah.. Apa keeek yg bikin terasa beda walopun ga istimewa2 amat..


aaaaaaakkkk...

 #32weeks and bored like hell